Selasa, 18 Agustus 2009

SALUT UNTUK INDOSIAR

Kami acungkan dua jempol kepada Indosiar atas peran sertanya dalam menayangkan Pengibaran dan Penurunan Bendera Merah Putih secara LIVE tanpa adanya JEDA IKLAN, pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-64 Republik Indonesia di Istana Negara. Maju Terus Indosiar... MERDEKA !!!

Penggunaan Dirgahayu dan Selamat Ultah


Agustus ini, kita akan memperingati hari kemerdekaan negeri kita tercinta, Republik Indonesia. Sudah tradisi, kita memeriahkannya dengan memasang spanduk, gapura, baliho, dan sebagainya, dengan menggunakan kata dirgahayu dan selamat ulang tahun (ultah).


Untuk itu, gunakanlah kalimat-kalimat atau ucapan berikut. Dirgahayu Republik Indonesia atau Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia atau Selamat Ulang Tahun ke-64 Republik Indonesia atau Selamat Ulang Tahun ke-64 Kemerdekaan Republik Indonesia. Jangan menggunakan kalimat seperti ini, Dirgahayu Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-64 atau dengan struktur seperti itu.






Arti kata "dirgahayu" adalah panjang umur, bukan selamat ulang tahun seperti contoh kalimat di atas. Yang diharapkan adalah panjang umurnya, bukan selamat ulang tahunnya. Subjeknya yaitu Republik Indonesia, kemerdekaannya, atau kemerdekaan Republik Indonesia.


Penggunaan kata RI ke-64 adalah salah. Perlu dijelaskan bahwa tidak ada 64 jenis Republik Indonesia, yang ke-64 itu adalah ulang tahunnya, bukan Republik Indonesianya. Jangan disamakan dengan nama orang atau urutan, misalnya, Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10, yang menyandang gelar Sri Sultan Hemengkubuwono sampai saat ini ada sepuluh orang, dari yang ke-1 sampai dengan ke-10. Coba kalau kita terapkan contoh salah: Selamat Ulang Tahun Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 ke-50, tampak jadi aneh kan alias salah. Seharusnya, Selamat Ulang Tahun ke-50 Sri Sultan Hemengkubuwono ke-10.

Mohon kalimat-kalimat di awal tulisan ini, dijadikan pegangan/patokan dalam memperingati hari-hari besar lainnya, misalnya Hari TNI dan Hari Sumpah Pemuda. Patokannya adalah dirgahayu+subjek atau selamat ulang tahun ke- ...+ subjek. Sebagai subjek, misalnya, Hari Kebangkitan Nasional atau hari besar yang diperingati.


Selain penggunaan kata dirgahayu dan ulang tahun, perlu diperhatikan adalah warna-warna khas dari hari yang diperingati. Hari kemerdekaan identik dengan warna merah putih, perjuangan yang suci untuk kemerdekaan. Merah berani, putih suci. Hari TNI identik dengan warna hijau tentara (green army). Hari Kepolisian identik dengan warna kuning hitam. Kalau Hari Buruh tentu identik dengan warna biru, karena buruh sering disebut blue collar. Jangan salah kaprah dengan warna-warna yang lagi trendi saat peringatan berlangsung. Jangan sampai karena sekarang yang lagi berkuasa dari partai yang warnanya biru, hari kemerdekaan didominasi warna biru, tertukar dengan Hari Buruh. Lebih parah lagi, nanti disebut iklan terselubung dari pabrik rokok yang berwarna biru. Dirgahayu Republik Indonesia, Merdeka....

Minggu, 09 November 2008

Hakekat Hari Pahlawan

Kita barangkali pernah mendengar pernyataan “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya.” Lalu, bagaimana bentuk penghargaan kita terhadap para pahlawan itu? Cukupkah hanya dengan memperingatinya sebagai ritual-ceremonial belaka, seperti ibadah wajib yang cukup ditunaikan sekadar memenuhi kewajiban? Atau, sekadar ngomong ngalor-ngidul membicarakan tentang kepahlawanan di media massa, kampus, cafe, pos ronda, warung pojok, dan lain-lainnya?


Nilai Perjuangan

Setiap anak didik di negeri ini, pasti akan tahu mengenai 10 Nopember sebagai hari Pahlawan. Sepuluh Nopember adalah hari yang bersejarah bagi perjalanan bangsa ini dalam mengusir para penjajah. Gelora semangat berani-mati dibuktikan oleh para mujahid negeri ini dengan kegigihan yang luar-biasa dalam perjuangannya. Tak sedikit pengorbanan yang harus mereka lakukan. Demi tercapainya maksud perjuangan itu, seberapa besar pun pengorbanan tidaklah menjadi persoalan.

Dari sini, dapat dipetik pelajaran bahwa perjuangan meraih kemerdekaan harus ditebus dengan pengorbanan yang besar. Tiada perjuangan tanpa pengorbanan, demikianlah yang terjadi. Kalau kita telusuri rekaman sejarah umat manusia di dunia ini, kita akan melihat kenyataan bahwa tak satu pun diantara mereka yang melaksanakan misi perjuangannya tanpa pengorbanan. Jadi, pengorbanan dalam perjuangan adalah suatu hal yang wajar. Ya, inilah kaidah kausalitas (sababiyah) yang mesti dijalani oleh manusia.


Negeri Bencana dan Masalah

Tak bisa dipungkiri bahwa hingga hari ini pun negeri ini masih dirundung derita. Kebangkitan yang harapkan bakal dapat terwujud pasca reformasi pun masih menjadi sesuatu yang sulit dijangkau. Berharap ada perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik di orde reformasi, malah negeri ini terus didera bencana dan masalah yang tak pernah berhenti.

Saat ini, Peringatan Hari Pahlawan menjadi momen yang tak boleh terlewatkan. Namun, di sisi lain kita masih menjumpai bahwa negeri ini begitu terpuruk dalam kemiskinan yang tak kunjung terentaskan, angka pengangguran yang terus naik dengan tajam, bencana bertubi yang seakan tak pernah berhenti, pornografi dan pornoaksi yang semakin liar dan tak terkendali, aliran sesat terus bermunculan berusaha merongrong akidah yang suci, kasus korupsi yang tak pernah tuntas diadili, sampai heboh para selebritas yang tak pernah berhenti menjajakan hedonitas. Dan banyak lagi fakta yang tak dapat terhenti pada hitungan jari.


Sumber Inspirasi

Perjuangan teramat gigih yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu kita, seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi sebuah perubahan yang lebih baik. Para mujahid yang lahir di negeri ini telah mengikhlaskan dirinya menempuh perjuangan berjihad di jalan Allah. Pekikan takbir membahana di ruang-ruang langit Nusantara, memompakan semangat pantang menyerah untuk terus maju demi meraih kemerdekaan. Mereka terus berjuang melepaskan diri dari cengkraman para penjajah kapitalis-imperealis. Karena haram hukumnya bagi orang-orang yang beriman untuk dikuasai oleh orang-orang kafir.

Mereka, para mujahid itu berjuang tidak sekadar mengusir penjajah secara fisik dari nusantara. Tetapi, juga mengusir ideologi dan pandangan hidup sekulerisme-liberalisme yang berusaha mereka tancapkan di seluruh sendi kehidupan bangsa ini.
Oleh karena itu, pada hakekatnya seorang mujahid berjuang untuk membebaskan bumi ini dari penghambaan terhadap manusia kepada pengabdian sejati terhadap Allah SWT, Sang Pencipta. Inilah jalan kemenangan sejati dan hakekat dari sebuah kemerdekaan.

Peringatan hari pahlawan seharusnya menjadi ajang bagi seluruh potensi bangsa ini untuk semakin mempererat persatuan, menggelorakan spirit perubahan ke arah yang lebih baik, dan menciptakan iklim pranata kehidupan atas asas robbani. Yaitu, sebuah pranata kehidupan yang berasaskan pada keimanan kepada Allah SWT dan keyakinan akan kebenaran Rasul-Nya. Karena, apalah arti sebuah peringatan kalau hanya sekadar ritual-ceremonial tanpa ada usaha untuk bangkit berjuang mengejar ketertinggalan, mengubur semua arogansi diri, dan berusaha kembali kepada Allah dan sunnah rasul. Hanya dengan cara demikianlah, bangsa ini bisa dikatakan bangkit dan telah menemukan jati-dirinya.

Akhirnya, mari kita sadari sepenuhnya bahwa tolok-ukur besarnya suatu bangsa bukan terletak pada seberapa banyak kita memiliki daftar para pahlawan atau seberapa sering kita mengadakan upacara untuk memperingatinya. Akan tetapi, lebih kepada seberapa besar usaha yang telah kita lakukan dalam mewujudkan sebuah negeri yang bebas dari penjajahan dengan segala bentuknya. Penghargaan terhadap para pahlawan (baca:mujahid) akan lebih tepat diarahkan untuk kembali kepada keyakinan bahwa hanya syariat Allah sajalah yang terbaik, bukan yang lain.

Minggu, 26 Oktober 2008

free money from internet